Sabtu, 26 Mei 2012

manajemen operasional-desain proses


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Dewasa ini banyak sekali perusahaan yang  dihadapkan kepada masalah produksi barang dan jasa yang sesuai dengan keinginan kosnsumen yang selalu berubah – ubah. Dimana hal tersebut menimbulkan suatu masalah baru yang komplek bila suatu perusahaan tidak mampu mengatasinya. Oleh karena itu diperlukan diperlukan sebuah sistem atau strategi proses dalam manajemen operasional yang disebut juga sebagai Strategi transformasi faktor inputs menjadi outputs. Dimana sistem ini lebih efisien dan efektif. Manager operasional bertugas menyusun strategi proses  untuk dapat mencapai sasaran operasional dan organisasi/perusahaan (Tampubolon, 2004)
Selain itu dalam disain proses setelah berbagai produk dan jasa dirancang maka akan diterjemahkan ke berbagai sistem pemorsesan yang menciptakan produk & menyediakan jasa. Disain proses tidak hanya semata – mata masalah tehnik namun juga menyangkut pertimbangan – pertimbangan ekonomi dan lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah
     Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.    Apa itu Desain Proses dalam manajemen operasional?
2.    Apa saja jenis – jenis Desain Proses dalam manajemen operasional?
3.    Apa saja manfaat dan kegunaan Desain Proses dalam manajemen operasional?

1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui dan bagaimana :
1.      Arti dari Desain Proses
2.      Jenis - jenis Desain Proses dalam manajemen operasional?
3.    Apa saja manfaat dan kegunaan Desain Proses dalam manajemen operasional?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Desain Proses
Desain ialah langkah pertama dalam suatu fase pengembangan bagi setiap produk atau sistem yang direkayasa. Desain juga didefinisikan sebagai proses aplikasi berbagai tehnik dan prinsip bagi tujuan pendefinisian suatu perangkat, suatu proses atau sistem dalam detail yang memadai untuk memungkinkan realisasi ( TAY59).

Desain Proses ialah suatu kegiatan dengan melibatkan tenaga manusia, bahan serta peralatan untuk menghasilkan produk yang berguna baik barang atau jasa.
                
Proses produksi pada hakekatnya merupakan proses perubahan (transformasi) dari bahan/komponen (input) menjadi produk yang lain yang mempunyai nilai.
Proses produksi saat ini berkembang pesat karena kemajuan teknologi dan didorong oleh usaha untuk meningkatkan kualitas produktivitasdan fleksibilitas produk.

Proses produksi dapat dibedakan baik atas dasar karakterisktik aliran prosesnya maupun tipe pesanan langganan. Dapat diklasifikasikan ke dalam 5 kategori :
a.      Aliran Garis (Line Flow Process)
Yaitu penyusunan stasiun kerja berdasarkan urutan operasi pembuatan produk menurut langkah – langkah standar dalam proses  produksi.
Pola Aliran Garis tidak begitu fleksibel dalam memenuhi perubahan desain dan volume produk. Tapi persediaan diminimalkan, skeduling tidak ada masalah dan pengendalian kualitas mudah karena hanya mengikuti arus produk.
Pola aliran garis merupakan suatu proses dari bahan mentah sampai menjadi produk akhir dan urutan operasi – operasi yang digunakan unutk menghasilkan produk atau jasa selalu tetap.
Line Flow Process dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu :
-          Produksi Massa (Mass Production)
-          Produksi Terus – menerus (continuous Production)

b.      Aliran Intermitern (Job Shop atau Jumbled Flow Process)
Yaitu produk dibuat menurut aliran terputus – putus atau tidak kontinu. Peralatan dan tenaga kerja dilekelompokkan dalam pusat kerja menurut jenis pekerjaan.
Operasinya sangat fleksibel terhadap perubahan dalam perubahan volume atau  produk, karena operasi – operasinya menggunakan peralatan serba – guna dan tenaga kerja berketrampilan tinggi . Namun fleksibilitas ini sering menimbulkan masalah dalam pengendalian persediaan, penjadwalan dan pengendalian kualitas. Disamping itu juga tidak efisien.
c.       Proyek (Project).
Yaitu tidak ada aliran produk tapi setiap proyek mempunyai urutan tertentu dalam proses operasinya. Biasanya material, peralatan & tenaga kerja dibawa ke lokasi proyek.
Serta memiliki kegiatan awal & akhir dengan batas waktu penyelesaian. Bentuk ini tidak cocok untuk proses manufacturing karena proyek hanya dikerjakan sekali saja.
Bentuk operasi – operasi proyek digunakan bila ada kebutuhan akan kreativitas dan kekhususan dalam pembuatan suatu produk.
d.      Sistem Manufaktur Fleksibel (Flexible Manufacturing System)
Yaitu merupakan autamated cell untuk menghasilkan sekelompok komponen, dimana semua komponen butuh proses manufacturing serupa tapi urutan dari operasi tidak selalu sama. Dan sistem ini membutuhkan investasi awal yang besar.
Serta bertujuan untuk memberi respon secara tepat terhadap keinginan pelanggan tertutama terkait dengan perubahan dalam desain, jumlah & pelayanan produk.
e.      Sistem Manufaktur Tangkas (Agile Manufacture System)
Yaitu suatu sistem yang mengkombinasikan visi kompetitif dengan kreatifitas dan aplikasi teknologi. Dimana ada 4 dimensi antara lain :
-          Memperkaya nilai kepada pelanggan
-          Bekerjasama dalam meningkatkan daya saing perusahaan
-          Mengoperasikan perubahan dan ketidakpastian
-          Menelaah pengaruh dari informasi
Seluruh kombinasi proses dapat dijumpai baik baik dalam perusahaan manufaktur ataupun jasa.
Klasifikasi proses dapat digunakan untuk beberapa tujuan yaitu :
1.                  Untuk mengkategorikan berbagi tipe masalah keputusan berbeda yang
            dihadapi dalam operasi – operasi.
2.                  Untuk seleksi proses.
Faktor – faktor yang perlu dipertimbangkan dalam seleksi proses ialah
-          Kebutuhan Modal
-          Kondisi pasar
-          Tenaga kerja
-          Bahan mentah
-          Teknologi
-          Ketrampilan manajemen

2.2 Pemilihan Teknologi
     Teknologi menjadi salah satu faktor dominan dalam bisnis dan dalam kehidupan kita. Kemajuan teknologi mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap manajemen operasi. Ada 2 definisi umum mengenai teknologi.
a.    Teknologi merupakan aplikasi ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah – masalah manusia (arti luas).
b.    Tekonologi merupakan sekumpulan proses, peralatan, metode, prosedur dan perkakas yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Lebih mengandung arti teknologi proses dan bukan teknologi produk. (arti sempit).

Keputusan – keputusan seleksi proses dan pemilihan teknologi berhubungan sangat erat dan saling berkaitan. Seperti penetapan proses aliran garis dalam seleksi proses akan mempengaruhi pemilihan macam mesin dan perlatan yang akan digunakan.Tetapi salah satu keputusan tidak selalu harus mendahului keputusan yang lain karena, dalam praktek kedua keputusan tersebut sering digunakan secara bersamaan. 
Pemilihan teknologi mempunyai dampak terhadap semua bagian operasi, terutama dalam desain pekerjaaan. Selain itu juga mempengaruhi seluruh aspek – aspek operasi lainnya, termasuk produktivitas dan kualitas produk. Dan juga pemilihan teknologi mempengaruhi strategi perusahaan serta bagian operasi dan bisnis.
Teknologi bukan merupakan suatu kegiatan tunggal tetapi lebih sebagai suatu proses yang diorganisasian dengan baik yang mencakup penjajagan teknologi secara terus menerus serta  implementasi teknologi terpilih.

2.3 Perencanaan Proses
Perencanaan proses berkenaan dengan perancangan dan implementasi sistem kerja yang akan mempengaruhi produk yang diinginkan dalam kuantitas yang diperlukan.
Kegiatan – kegiatan dalam perencanaaan proses ini mengenai tipe aliran proses dan desain pusat – pusat kerja. Keputusan – keputusan yang diambil dalam perencanaan proses akan mempengaruhi keputusan – keputusan dalam  bagian – bagian operasi lain, seperti scheduling produksi, tingkat persediaan, desain pekerjaan, dan metode – metode pengawasan kualitas yang digunakan.
2.3.1 Analisis Bagan – Bagan Proses
Bagan – bagan proses digunakan untuk menggambarkan dan memperbaiki proses transformasi dalam sistem – sistem produktif. Dalam peningkatan efektifitas atau efisiensi proses – proses produksi, beberapa atau seluruh elemen proses berikut mungkin perlu diubah :
-        Bahan mentah
-        Desain produk
-        Desain pekerjaan
-        Tahap – tahap pemrosesan yanh digunakan
-        Sistem pengawasan manajemen
-        Peralatan atau perkakas
Oleh karena itu, analisis proses dapat mempunyai pengaruh yang luas pada semua bagian operasi.
Perencanaan proses memerlukan pemahaman operasi – operasi sebagai suatu sistem produktif. Dengan pendekatan sistem, langkah – langkah yang perlu diambil dlam perencanaan proses ialah sebagai berikut :
1.         Memutuskan tujuan – tujuan perencanaan, yaitu untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, kapasitas, atau semangat kerja karyawan.
2.    Memilih proses (atau sistem) produktif yang relevan, yaitu operasi keseluruhan atau beberapa bagian operasi.
3.    Menggambarkan proses transformasi yang ada sekarang dengan bantuan bagan – bagan proses dan pengukuran efisiensi.
4.         Mengembangkan disain proses yang diperbaiki melalui perbaikan aliran – aliran proses dan/atau masukan – masukan yang digunakan. Biasanya proses yang telah direvisi jug adigambrkan dengan bagan – bagan proses.
5.    Mendapatkan perstujuan manajemen unutk disain proses yang telah direvisi.
6.    Mengimplementasikan disain proses baru.
Langkah – langkah di atas adalah unutk proses yang sudah ada. Bila yang direncaakan proses baru, langkah 3 & 4 digabungkan untuk menggambarkan proses yang diinginkan .
Pada umumnya perencanaan dan pengelolaan berbagai proses transformasi dilakukan dengna alat bantu yang berupa bagan – bagan.
Bagan aliran proses ialah peralatan pokok perbaikan aliran bahan – bahan. Dimana setelaj penyusunan bagan proses, manage mungkin dapat mengkombinasikan operasi – operasi tertentu, menghilangkan atau menyederhanakan operasi – operasi yang lain untuk meningkatkan efisiensi keseluruhan. Bagan – bagan yang digunakan dalam perencanaan dan pengelolaan proses diantaranya ialah sebagai berikut :
a.    Bagan – bagan perakitan (assembly charts).
Bagan  ini menunjukkan kebutuhan – kebutuhab bahan dan urutan perakitan komponen – komponnen yang merupakan suatu perakitan mekanikal. Dimana bagan ini biasanya untuk  membantu menggambarkan aliran bahan dan hubungan masing – masing komponen.
b.      Bagan – bagan aliran proses (flow – process charts)
Bagan ini merinci proses ke dalam unsur – unsur dan simbul – simbul. Dengan simbul –simbul tersebut disusun bagan yang mencakup spesifikasi bagian – bagian proses, waktu atau jarak yang harus ditempuh karyawan, serta spesifikasi kegiatan – kegiatan penundaan dan penyimpanan. Jadi, bagan aliran proses memberikan petunjuk – petunjuk yang lengkap tentang tata cara pelaksanaan  suatu proses.
Bagan aliran proses dalam penyusunan & penganalisaannya  perlu mempertimbangkan berbagai tipe pertanyaan yaitu : apa, siapa, di mana, kapan, dan bagaimana.
c.                   Bagan proses operasi – operasi (Routing Sheet)
Atau sering disebut Routing Sheet, bagan ini mirip operational process charts bagan perakitan, dengan perbedaan bahwa bagan proses operasi mencakup spesifikasi – spesifikasi untuk bagian dan waktu pengoperasian dan pemeriksaan. Routing Sheet lebih terperinci daripada bagan perakitan karena menunjukkan operasi – operasi dan routing yang diperlukan untuk suatu bagian prose induvidual. Routing sheet memberikan petunjuk yang lebih lengkap tentang cara untuk memproduksi suatu barang. Atau dengan kata lain Routing Sheet menetapkan secara tepat cara memproduksi suatu barang dengan mengidentifikasikan peralatan dan perkakas yang digunakan, operasi – operasi dan urutan yang harus diikuti, serta estimasi waktu penyiapan dan waktu beroperasinya mesin.
d.         Bagan Operasi (operation charts)
Bagan ini menunjukkan spesifiasi bagian – bagian pengoperasian dan pemeriksaan secara lebih terperinci. Diamana setiap bagan operasi menunjukkan gerakan – gerakan tangan seorang  karyawan secara terperinci. Sebaiknya penyusunan bagan operasi sebaiknya dilakukan dengan berpedoman  pada prinsip – prinsip ekonimi gerakan. Dimana prinsip ini ada 3 aspek yaitu : 1) penggunaan anggota badan, 2) pengaturan tempat kerja, dan 3)   perancangan peralatan & perkakas. Yang dapat menyederhanakan banyak pekerjaan.
e.      Bagan Manusia – Mesin (man – machine chart atau activty chart
Bagan ini menunjukkan hubungan antara operator dan mesin. Yaitu menunjukkan apa yang dikerjakan mesin dan apa yang dikerjakan karyawan pada setiap periode waktu. Dari bagan ini kita dapat menentukan waktu istirahat operator dan mesin serta mengidentifikasikan elemen – elemen setiap kegiatan karyawan dan mesin secara simultan. Selain itu juga berguna untuk membantu penentuan penggunaan dua sumber daya penting perusahaan yang terbaik.
f.          Bagan Simo atau bagan gerak simultan (simo chart or simultanesus motion chart)
Bagan ini mirip dengan bagan operasi. Dimana menunjukkan gerakan – gerakan tangan kiri dan kanan, tetap mencakup waktu setiap gerakan. Dengan tehnik analisis waktu untuk setiap gerakan , yang biasanya ditentukan melalui perhitungan suatu kerangka gerakan kerja, kita dapat mengkombinasikan, menghilangkan atau mengubah gerakan – gerakan dasar untuk mengembangkan metoda yang lebih baik.














DAFTAR PUSTAKA


T. Hani Handoko,2000. Dasar – Dasar Manajemen Produksi Dan Operasi. BPFE- Yogyakarta 
Agus Ahyari, 986. Manajemen Produksi.Perencanaan Sistem Produksi. Buku 1 dan 2.BPFE Yogyakarta
Zulian Yamit,2003. Manajemen Produksi dan Operasi. Ekonisia. Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta
Sukanto Reksohadiprodjo.1985. Manajemen Produksi.BPFE Yogyakarta

permasalah ekonomi di indonesia


JUDUL : KRISIS MONETER TAHUN 1997

BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
Sudah lebih dari satu tahun yang lalu, tepatnya sejak Juli 1997 bangsa Indonesia dilanda krisis moneter, yang kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi bahkan berlanjut menjadi krisis kepercayaan. Kondisi krisis dengan berbagai dampak negatifnya tersebut, sama sekali berbeda nuansa dengan masa-masa sebelumnya yang lebih menjanjikan bagi kemajuan bangsa dan negara. Namun di balik keberhasilan yang telah dicapai bangsa Indonesia sampai dengan pertengahan tahun 1997 tersebut, telah terjadi pula proses melemahnya daya saing perekonomian nasional, yang diakibatkan, antara lain, oleh lemahnya kinerja dunia usaha swasta dan lembaga perbankan, termasuk kelemahan dalam hal pengawasan sistem keuangan; peningkatan upah/gaji yang tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas kerja; dan bermunculannya praktek monopoli dan oligopoli. keseluruhan faktor tersebut pada gilirannya telah mengakibatkan bekerjanya perkonomian menjadi tidak efisien. Kondisi yang demikian telah menjadikan perkonomian Indonesia kurang mampu bereaksi terhadap berbagai perubahan yang terjadi di pasar internasional.

Krisis ekonomi terjadi di awali oleh melemahnya secara drastis nilai rupiah, seperti juga nilai hampir semua mata uang regional lainnya. Berbagai kelemahan yang telah dikemukakan di atas telah memperberat krisis ekonomi di Indonesia, yang dipacu pula oleh situasi politik yang tidak menentu. Kondisi demikian masih diperburuk lagi oleh berlangsungnya kemarau panjang sehingga produksi pangan menurun. Pada saat yang bersamaan harga migas telah menurun cukup tajam di pasar dunia dan berdampak negatif pada penerimaan negara dan devisa dari ekspor migas. Implikasi dari berbagai kelemahan tersebut adalah :
1) aliran modal berbalik arah dari aliran masuk (capital inflow) menjadi aliran keluar (capital outflow);
2) terjadinya kontraksi PDB yang bersumber dari menurunnya permintaan domestik; dan
3) meningkatnya jumlah pengangguran terbuka dan setengah penganggur.

Ketiga hal tersebut pada akhirnya telah menurunkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama dari kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah dan tetap. Pendapatan yang sudah rendah tersebut masih harus berhadapan dengan laju inflasi yang sangat tinggi yang dipicu oleh tingginya depresiasi rupiah. Interaksi antara pendapatan rendah dengan inflasi yang tinggi tersebut pada gilirannya telah mengakibatkan jumlah penduduk miskin yang semula telah berhasil diturunkan secara cukup tajam, kini meningkat kembali dalam jumlah yang semakin besar. Akibatnya tingkat partisipasi pendidikan pada berbagai jenjang pendidikan dan derajad kesehatan yang sebelumnya terus diupayakan peningkatannya khususnya bagi golongan masyarakat miskin, kini menjadi terganggu.




B.   RUMUSAN MASALAH
Terdapat beberapa rumusan masalah dalam tulisan ini, yaitu :
1.    Apa penyebab krisis moneter di Indonesia pada tahun 1997?
2.    Bagaimana cara pemerintah untuk menangani masalah ini?
3.    Apa peran lembaga keuangan dalam mengatasi masalah krisis moneter ini?

C.   BATASAN MASALAH
Batasan masalah dalam tulisan ini adalah sebatas tentang faktor penyebab terjadinya krisis moneter di Indonesia tahun 1997, peranan lembaga dunia yang dalam tulisan ini yang berperan adalah IMF (International Monetary Fund). Selain itu dalam tulisan ini juga disebutkan peranan lembaga keuangan Indonesia (pemerintah) dalam mengatasi masalah krisis moneter ini.

D.   TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.    Memahami latar belakang terjadinya krisis moneter di Indonesia pada tahun 1997.
2.    Membantu para pembaca untuk memahami faktor penyebab dari krisis moneter tahun 1997.
3.    Memberikan informasi tentang peranan lembaga keuangan dunia (IMF) dan peranan lembaga keuangan Indonesia dalam mengatasi krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   KRISIS MONETER INDONESIA Tahun 1997

Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, telah berlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh berbagai musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang panjang dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang melanda banyak kota pada pertengahan Mei 1998 lalu dan kelanjutannya.

Meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia. Yang dimaksud dengan fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah, neraca pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa masih cukup besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus. Namun di balik ini terdapat beberapa kelemahan struktural seperti peraturan perdagangan domestik yang kaku dan berlarut-larut, monopoli impor yang menyebabkan kegiatan ekonomi tidak efisien dan kompetitif. Pada saat yang bersamaan kurangnya transparansi dan kurangnya data menimbulkan ketidak pastian sehingga masuk dana luar negeri dalam jumlah besar melalui sistim perbankan yang lemah. Sektor swasta banyak meminjam dana dari luar negeri yang sebagian besar tidak di hedge. Dengan terjadinya krisis moneter, terjadi juga krisis kepercayaan. Namun semua kelemahan ini masih mampu ditampung oleh perekonomian nasional. Yang terjadi adalah, mendadak dating badai yang sangat besar, yang tidak mampu dbendung oleh tembok penahan yang ada, yang selama bertahun-tahun telah mampu menahan berbagai terpaan gelombang yang datang mengancam.

Sebagai konsekuensi dari krisis moneter ini, Bank Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dollar AS, dan membiarkannya berfluktuasi secara bebas (free floating) menggantikan sistim managed floating yang dianut pemerintah sejak devaluasi Oktober 1978. Dengan demikian Bank Indonesia tidak lagi melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menopang nilai tukar rupiah, sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar semata. Nilai tukar rupiah kemudian merosot dengan cepat dan tajam dari rata-rata Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp 13.513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat kembali menjadi sekitar Rp 8.000 awal Mei 1999.


B.   Krisis Moneter dan Faktor-Faktor Penyebabnya
Penyebab dari krisis ini bukanlah fundamental ekonomi Indonesia yang selama ini lemah. Yang jebol bukanlah sector rupiah dalam negeri, melainkan sektor luar negeri, khususnya nilai tukar dollar AS yang mengalami overshooting yang sangat jauh dari nilai nyatanya . Krisis yang berkepanjangan ini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat dari serbuan yang mendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar AS (spekulasi) dan jatuh temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar. Seandainya tidak ada serbuan terhadap dollar AS ini, meskipun terdapat banyak distorsi pada tingkat ekonomi mikro, ekonomi Indonesia tidak akan mengalami krisis. Dengan kata lain, walaupun distorsi pada tingkat ekonomi mikro ini diperbaiki, tetapi bila tetap ada gempuran terhadap mata uang rupiah, maka krisis akan terjadi juga, karena cadangan devisa yang ada tidak cukup kuat untuk menahan gempuran ini. Krisis ini diperparah lagi dengan akumulasi dari berbagai faktor penyebab lainnya yang datangnya saling bersusulan. Analisis dari faktor-faktor penyebab ini penting, karena penyembuhannya tentunya tergantung dari ketepatan diagnosa.

Anwar Nasution melihat besarnya defisit neraca berjalan dan utang luar negeri, ditambah dengan lemahnya sistim perbankan nasional sebagai akar dari terjadinya krisis finansial. Bank Dunia melihat adanya empat sebab utama yang bersamasama membuat krisis menuju ke arah kebangkrutan. Yang pertama adalah akumulasi utang swasta luar negeri yang cepat dari tahun 1992 hingga Juli 1997, sehingga l.k. 95% dari total kenaikan utang luar negeri berasal dari sektor swasta ini, dan jatuh tempo rata-ratanya hanyalah 18 bulan. Bahkan selama empat tahun terakhir utang luar negeri pemerintah jumlahnya menurun. Sebab yang kedua adalah kelemahan pada sistim perbankan. Ketiga adalah masalah governance, termasuk kemampuan pemerintah menangani dan mengatasi krisis, yang kemudian menjelma menjadi krisis kepercayaan dan keengganan donor untuk menawarkan bantuan finansial dengan cepat. Yang keempat adalah ketidak pastian politik menghadapi Pemilu yang lalu dan pertanyaan mengenai kesehatan Presiden Soeharto pada waktu itu.

Sementara itu penyebab utama dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam, meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor lainnya yang berbeda menurut sisi pandang masing-masing pengamat. Berikut ini diberikan rangkuman dari berbagai faktor tersebut menurut urutan kejadiannya:

1.  Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai, memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebas berapapun jumlahnya. Kondisi di atas dimungkinkan, karena Indonesia menganut rezim devisa bebas dengan rupiah yang konvertibel, sehingga membuka peluang yang sebesarbesarnya untuk orang bermain di pasar valas. Masyarakat bebas membuka rekening valas di dalam negeri atau di luar negeri. Valas bebas diperdagangkan di dalam negeri, sementara rupiah juga bebas diperdagangkan di pusat-pusat keuangan di luar negeri.
2.  Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lama makin kalah bersaing dengan produk impor. Nilai Rupiah yang overvalued berarti juga proteksi industri yang negatif. Akibatnya harga barang impor menjadi relatif murah dan produk dalam negeri relatif mahal, sehingga masyarakat memilih barang impor yang kualitasnya lebih baik. Akibatnya produksi dalam negeri tidak berkembang, ekspor menjadi kurang kompetitif dan impor meningkat. Nilai rupiah yang sangat overvalued ini sangat rentan terhadap serangan dan permainan spekulan, karena tidak mencerminkan nilai tukar yang nyata.

3.  Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek dan menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya, ditambah sistim perbankan nasional yang lemah. Akumulasi utang swasta luar negeri yang sejak awal tahun 1990-an telah mencapai jumlah yang sangat besar, bahkan sudah jauh melampaui utang resmi pemerintah yang beberapa tahun terakhir malah sedikit berkurang (oustanding official debt). Ada tiga pihak yang bersalah di sini, pemerintah, kreditur dan debitur. Kesalahan pemerintah adalah, karena telah memberi signal yang salah kepada pelaku ekonomi dengan membuat nilai rupiah terus- menerus overvalued dan suku bunga rupiah yang tinggi, sehingga pinjaman dalam rupiah menjadi relatif mahal dan pinjaman dalam mata uang asing menjadi relatif murah. Sebaliknya, tingkat bunga di dalam negeri dibiarkan tinggi untuk menahan pelarian dana ke luar negeri dan agar masyarakat mau mendepositokan dananya dalam rupiah. Jadi di sini pemerintah dihadapi dengan buah simalakama. Keadaan ini menguntungkan pengusaha selama tidak terjadi devaluasi dan ini terjadi selama bertahun-tahun sehingga memberi rasa aman dan orang terus meminjam dari luar negeri dalam jumlah yang semakin besar. Dengan demikian pengusaha hanya bereaksi atas signal yang diberikan oleh pemerintah. Selain itu pemerintah sama sekali tidak melakukan pengawasan terhadap utang-utang swasta luar negeri ini, kecuali yang berkaitan dengan proyek pemerintah dengan dibentuknya tim PKLN. Bagi debitur dalam negeri, terjadinya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar ini, di samping lebih menguntungkan, juga disebabkan suatu gejala yang dalam teori ekonomi dikenal sebagai fallacy of thinking , di mana pengusaha beramai-ramai melakukan investasi di bidang yang sama meskipun bidangnya sudah jenuh, karena masing-masing pengusaha hanya melihat dirinya sendiri saja dan tidak memperhitungkan gerakan pengusaha lainnya. Pihak kreditur luar negeri juga ikut bersalah, karena kurang hati-hati dalam memberi pinjaman dan salah mengantisipasi keadaan. Jadi sudah sewajarnya, jika kreditur luar negeri juga ikut menanggung sebagian dari kerugian yang diderita oleh debitur.

Kalau masalahnya hanya menyangkut utang luar negeri pemerintah saja, meskipun masalahnya juga cukup berat karena selama bertahun-tahun telah terjadi net capital outflow yang kian lama kian membesar berupa pembayaran cicilan utang pokok dan bunga, namun masih bisa diatasi dengan pinjaman baru dan pemasukan modal luar negeri dari sumber-sumber lain. Beda dengan pinjaman swasta, pinjaman luar negeri pemerintah sifatnya jangka panjang, ada tenggang waktu pembayaran, tingkat bunganya relatif rendah, dan tiap tahunnya ada pemasukan pinjaman baru.

Pada awal Mei 1998 besarnya utang luar negeri swasta dari 1.800 perusahaan diperkirakan berkisar antara US$ 63 hingga US$ 64 milyar, sementara utang pemerintah US$ 53,5 milyar. Sebagian besar dari pinjaman luar negeri swasta ini tidak di hedge. Sebagian orang Indonesia malah bisa hidup mewah dengan menikmati selisih biaya bunga antara dalam negeri dan luar negeri, misalnya bank-bank. Maka beban pembayaran utang luar negeri beserta bunganya menjadi tambah besar yang dibarengi oleh kinerja ekspor yang melemah (bandingkan IDE). Ditambah lagi dengan kemerosotan nilai tukar rupiah yang tajam yang membuat utang dalam nilai rupiah membengkak dan menyulitkan pembayaran kembalinya.
Pinjaman luar negeri dan dana masyarakat yang masuk ke sistim perbankan, banyak yang dikelola secara tidak prudent, yakni disalurkan ke kegiatan grupnya sendiri dan untuk proyek-proyek pembangunan realestat dan kondomium secara berlebihan sehingga jauh melampaui daya beli masyarakat, kemudian macet dan uangnya tidak kembali. Pinjaman-pinjaman luar negeri dalam jumlah relatif besar yang dilakukan oleh sistim perbankan sebagian disalurkan ke sektor investasi yang tidak menghasilkan devisa (non-traded goods) di bidang tanah seperti pembangunan hotel, resort pariwisata, taman hiburan, taman industri, shopping malls dan realestat. Proyek-proyek besar ini umumnya tidak menghasilkan barang-barang ekspor dan mengandalkan pasar dalam negeri, maka sedikit sekali pemasukan devisa yang bisa diandalkan untuk membayar kembali utang luar negeri. Krugman melihat bahwa para financial intermediaries juga berperan di Thailand dan Korea Selatan dengan moral nekat mereka, yang menjadi penyebab utama dari krisis di Asia Timur. Mereka meminjamkan pada proyek-proyek berisiko tinggi sehingga terjadi investasi berlebihan di sektor tanah. Mereka mulai mencari dollar AS untuk membayar utang jangka pendek dan membeli dollar AS untuk di hedge.

4.    Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing yang dikenal sebagai hedge funds tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas cadangan devisa yang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena praktek margin trading, yang memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah besar. Dewasa ini mata uang sendiri sudah menjadi komoditi perdagangan, lepas dari sektor riil. Para spekulan ini juga meminjam dari sistim perbankan untuk memperbesar pertaruhan mereka. Itu sebabnya mengapa Bank Indonesia memutuskan untuk tidak intervensi di pasar valas karena tidak akan ada gunanya. Meskipun pada awalnya spekulan asing ikut berperan, tetapi mereka tidak bisa disalahkan sepenuhnya atas pecahnya krisis moneter ini. Sebagian dari mereka ini justru sekarang menderita kerugian, karena mereka membeli rupiah dalam jumlah cukup besar ketika kurs masih di bawah Rp. 4.000 per dollar AS dengan pengharapan ini adalah kurs tertinggi dan rupiah akan balik menguat, dan pada saat itu mereka akan menukarkan kembali rupiah dengan dollar AS .

Namun pemicu adalah krisis moneter kiriman yang berawal dari Thailand antara Maret sampai Juni 1997, yang diserang terlebih dahulu oleh spekulan dan kemudian menyebar ke negara Asia lainnya termasuk Indonesia. Krisis moneter yang terjadi sudah saling kait-mengkait di kawasan Asia Timur dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya.

5.    Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar dengan pita batas intervensi. Sistim ini menyebabkan apresiasi nyata dari nilai tukar rupiah dan mengundang tindakan spekulasi ketika sistim batas intervensi ini dihapus pada tanggal 14 Agustus 1997. Terkesan tidak adanya kebijakan pemerintah yang jelas dan terperinci tentang bagaimana mengatasi krisis dan keadaan ini masih berlangsung hingga saat ini. Ketidak mampuan pemerintah menangani krisis menimbulkan krisis kepercayaan dan mengurangi kesediaan investor asing untuk memberi bantuan finansial dengan cepat.

6.    Defisit neraca berjalan yang semakin membesar, yang disebabkan karena laju peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya pembayaran bunga pinjaman. Sebab utama adalah nilai tukar rupiah yang sangat overvalued, yang membuat harga barang-barang impor menjadi relatif murah dibandingkan dengan produk dalam negeri.

7.    Penanam modal asing portfolio yang pada awalnya membeli saham besar-besaran dimingimingi keuntungan yang besar yang ditunjang oleh perkembangan moneter yang relative stabil kemudian mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar. Selisih tingkat suku bunga dalam negeri dengan luar negeri yang besar dan kemungkinan memperoleh keuntungan yang relatif besar dengan cara bermain di bursa efek, ditopang oleh tingkat devaluasi yang relatif stabil sekitar 4% per tahun sejak 1986 menyebabkan banyak modal luar negeri yang mengalir masuk. Setelah nilai tukar Rupiah tambah melemah dan terjadi krisis kepercayaan, dana modal asing terus mengalir ke luar negeri meskipun dicoba ditahan dengan tingkat bunga yang tinggi atas surat-surat berharga Indonesia. Kesalahan juga terletak pada investor luar negeri yang kurang waspada dan meremehkan resiko . Krisis ini adalah krisis kepercayaan terhadap rupiah.

8.      IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan yang dijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir kesepakatan dengan baik. Negara-negara sahabat yang menjanjikan akan membantu Indonesia juga menunda  mengucurkan bantuannya menunggu signal dari IMF, padahal keadaan perekonomian Indonesia makin lama makin tambah terpuruk. Singapura yang menjanjikan l.k. US$ 5 milyar meminta pembayaran bunga yang lebih tinggi dari pinjaman IMF, sementara Brunei Darussalam yang menjanjikan l.k. US$ 1 milyar baru akan mencairkan dananya sebagai yang terakhir setelah semua pihak lain yang berjanji akan membantu telah mencairkan dananya dan  telah habis terpakai. IMF sendiri dinilai banyak pihak telah gagal menerapkan program reformasinya di Indonesia dan malah telah mempertajam dan memperpanjang krisis.

9.      Spekulan domestik ikut bermain. Para spekulan inipun tidak semata-mata menggunakan dananya sendiri, tetapi juga meminjam dana dari sistim perbankan untuk bermain.

10.   Terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan masyarakat luas menyerbu membeli dollar AS agar nilai kekayaan tidak merosot dan malah bisa menarik keuntungan dari merosotnya nilai tukar rupiah. Terjadilah snowball effect, di mana serbuan terhadap dollar AS makin lama makin besar. Orang-orang kaya Indonesia, baik pejabat pribumi dan etnis Cina, sudah sejak tahun lalu bersiap-siap menyelamatkan harta kekayaannya ke luar negeri mengantisipasi ketidak stabilan politik dalam negeri. Sejak awal Desember 1997 hingga awal Mei 1998 telah terjadi pelarian modal besar-besaran ke luar negeri karena ketidak stabilan politik seperti isu sakitnya Presiden dan Pemilu. Kerusahan besar-besaran pada pertengahan Mei yang lalu yang ditujukan terhadap etnis Cina telah menggoyahkan kepercayaan masyarakat ini akan keamanan harta, jiwa dan martabat mereka. Padahal mereka menguasai sebagian besar modal dan kegiatan ekonomi di Indonesia dengan akibat mereka membawa keluar harta kekayaan mereka dan untuk sementara tidak melaukan investasi baru.

11.   Terdapatnya keterkaitan yang erat dengan yen Jepang, yang nilainya melemah terhadap dollar AS. Setelah Plaza-Accord tahun 1985, kurs dollar AS dan juga mata uang negara-negara Asia Timur melemah terhadap yen Jepang, karena mata uang Negara-negara Asia ini dipatok dengan dollar AS. Daya saing negara-negara Asia Timur meningkat terhadap Jepang, sehingga banyak perusahaan Jepang melakukan relokasi dan investasi dalam jumlah besar di negara-negara ini. Tahun 1995 kurs dollar AS berbalik menguat terhadap yen Jepang, sementara nilai utang dari negara-negara ini dalam dollar AS meningkat karena meminjam dalam yen, sehingga menimbulkan krisis keuangan.

Di lain pihak harus diakui bahwa sektor riil sudah lama menunggu pembenahan yang mendasar, namun kelemahan ini meskipun telah terakumulasi selama bertahun-tahun masih bisa ditampung oleh masyarakat dan tidak cukup kuat untuk menjungkir-balikkan perekonomian Indonesia seperti sekarang ini. Memang terjadi dislokasi sumber-sumber ekonomi dan kegiatan mengejar rente ekonomi oleh perorangan/kelompok tertentu yang menguntungkan mereka ini dan merugikan rakyat banyak dan perusahaan-perusahaan yang efisien. Subsidi pangan oleh BULOG, monopoli di berbagai bidang, penyaluran dana yang besar untuk proyek IPTN dan mobil nasional. Timbulnya krisis berkaitan dengan jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS secara tajam, yakni sektor ekonomi luar negeri, dan kurang dipengaruhi oleh sektor riil dalam negeri, meskipun kelemahan sector riil dalam negeri mempunyai pengaruh terhadap melemahnya nilai tukar rupiah. Membenahi sektor riil saja, tidak memecahkan permasalahan.


Krisis pecah karena terdapat ketidak seimbangan antara kebutuhan akan valas dalam jangka pendek dengan jumlah devisa yang tersedia, yang menyebabkan nilai dollar AS melambung dan tidak terbendung. Sebab itu tindakan yang harus segera didahulukan untuk mengatasi krisis ekonomi ini adalah pemecahan masalah utang swasta luar negeri, membenahi kinerja perbankan nasional, mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap kemampuan ekonomi Indonesia, menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang nyata, dan tidak kalah penting adalah mengembalikan stabilitas sosial dan politik.















C.   Peranan Lembaga Keuangan Khususnya IMF (International Monetary Fund)

Menurut IMF, krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia disebabkan karena pemerintah baru meminta bantuan IMF setelah rupiah sudah sangat terdepresiasi. Strategi pemulihan IMF dalam garis besarnya adalah mengembalikan kepercayaan pada mata uang, yaitu dengan membuat mata uang itu sendiri menarik. Inti dari setiap program pemulihan ekonomi adalah restrukturisasi sektor finansial. Sementara itu pemerintah Indonesia telah enam kali memperbaharui persetujuannya dengan IMF, Second Supplementary Memorandum of Economic and Financial Policies (MEFP) tanggal 24 Juni, kemudian 29 Juli 1998, dan yang terakhir adalah review yang keempat, tanggal 16 Maret 1999.

Program bantuan IMF pertama ditanda-tangani pada tanggal 31 Oktober 1997. Program reformasi ekonomi yang disarankan IMF ini mencakup empat bidang:
1. Penyehatan sektor keuangan;
2. Kebijakan fiskal;
3. Kebijakan moneter;
4. Penyesuaian struktural.

Untuk menunjang program ini, IMF akan mengalokasikan stand-by credit sekitar US$ 11,3 milyar selama tiga hingga lima tahun masa program. Sejumlah US$ 3,04 milyar dicairkan segera, jumlah yang sama disediakan setelah 15 Maret 1998 bila program penyehatannya telah dijalankan sesuai persetujuan, dan sisanya akan dicairkan secara bertahap sesuai kemajuan dalam pelaksanaan program. Dari jumlah total pinjaman tersebut, Indonesia sendiri mempunyai kuota di IMF sebesar US$ 2,07 milyar yang bisa dimanfaatkan. Di samping dana bantuan IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan negaranegara sahabat juga menjanjikan pemberian bantuan yang nilai totalnya mencapai lebih kurang US$ 37 milyar (menurut Hartcher dan Ryan). Namun bantuan dari pihak lain ini dikaitkan dengan kesungguhan pemerintah Indonesia melaksanakan program-program yang diprasyaratkan IMF.

Sebagai perbandingan, Korea mendapat bantuan dana total sebesar US$ 57 milyar untuk jangka waktu tiga tahun, di antaranya sebesar US$ 21 milyar berasal dari IMF. Thailand hanya memperoleh dana bantuan total sebesar US$ 17,2 milyar, di antaranya US$ 4 milyar dari IMF dan masing-masing US$ 0,5 milyar berasal dari Indonesia dan Korea.

Karena dalam beberapa hal program-program yang diprasyaratkan IMF oleh pihak Indonesia dirasakan berat dan tidak mungkin dilaksanakan, maka dilakukanlah negosiasi kedua yang menghasilkan persetujuan mengenai reformasi ekonomi (letter of intent) yang ditanda-tangani pada tanggal 15 Januari 1998, yang mengandung 50 butir. Saransaran IMF diharapkan akan mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan cepat dan kurs nilai tukar rupiah bisa menjadi stabil (butir 17 persetujuan IMF 15 Januari 1998). Pokokpokok dari program IMF adalah sebagai berikut:


A. Kebijakan makro-ekonomi
- Kebijakan fiskal
- Kebijakan moneter dan nilai tukar
B. Restrukturisasi sektor keuangan
- Program restrukturisasi bank
- Memperkuat aspek hukum dan pengawasan untuk perbankan
C. Reformasi struktural
- Perdagangan luar negeri dan investasi
- Deregulasi dan swastanisasi
- Social safety net
- Lingkungan hidup.

Setelah pelaksanaan reformasi kedua ini kembali menghadapi berbagai hambatan, maka diadakanlah negosiasi ulang yang menghasilkan supplementary memorandum pada tanggal 10 April 1998 yang terdiri atas 20 butir, 7 appendix dan satu matriks. Cakupan memorandum ini lebih luas dari kedua persetujuan sebelumnya, dan aspek baru yang masuk adalah penyelesaian utang luar negeri perusahaan swasta Indonesia. Jadwal pelaksanaan masing-masing program dirangkum dalam matriks komitmen kebijakan struktural. Strategi yang akan dilaksanakan adalah:
1.    menstabilkan rupiah pada tingkat yang sesuai dengan kekuatan ekonomi Indonesia;
2.    memperkuat dan mempercepat restrukturisasi sistim perbankan;
3.    memperkuat implementasi reformasi struktural untuk membangun ekonomi yang efisien dan berdaya saing;
4.   menyusun kerangka untuk mengatasi masalah utang perusahaan swasta;
5.   kembalikan pembelanjaan perdagangan pada keadaan yang normal, sehingga ekspor bisa bangkit kembali.

Ke tujuh appendix adalah masing-masing:
1. Kebijakan moneter dan suku bunga
2. Pembangunan sektor perbankan
3. Bantuan anggaran pemerintah untuk golongan lemah
4. Reformasi BUMN dan swastanisasi
5. Reformasi struktural
6. Restrukturisasi utang swasta
7. Hukum Kebangkrutan dan reformasi yuridis.

Prioritas utama dari program IMF ini adalah restrukturisasi sektor perbankan. Pemerintah akan terus menjamin kelangsungan kredit murah bagi perusahaan kecilmenengah dan koperasi dengan tambahan dana dari anggaran pemerintah. Awal Mei 1998 telah dilakukan pencairan kedua sebesar US$ 989,4 juta dan jumlah yang sama akan dicairkan lagi berturut-turut awal bulan Juni dan awal bulan Juli, bila pemerintah dengan konsekuen melaksanakan program IMF. Sementara itu Menko Ekuin/ Kepala Bappenas menegaskan bahwa “Dana IMF dan sebagainya memang tidak kita gunakan untuk intervensi, tetapi untuk mendukung neraca pembayaran serta memberi rasa aman, rasa tenteram, dan rasa kepercayaan terhadap perekonomian bahwa kita memiliki cukup devisa untuk mengimpor dan memenuhi kewajiban-kewajiban luar negeri”. Pencairan berikutnya sebesar US$ 1 milyar yang dijadwalkan awal bulan Juni baru akan terlaksana awal bulan September ini.

D.   Peranan Lembaga Keuangan Indonesia (Pemerintahan)

Penyehatan Sistem Perbankan
Untuk menggerakkan kembali roda perekonomian dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, langkah-langkah mendasar dari kebijakan penyehatan dan restrukturisasi perbankan pada dasarnya terdiri dari dua kebijakan pokok, yaitu:

1.  Kebijakan untuk membangun kembali sistem perbankan yang sehat guna mendukung pemulihan dan kebangkitan perekonomian nasional melalui:
a. program peningkatan permodalan bank,
b. penyempurnaan peraturan perundang-undangan, antara lain, mencakup:
i) perizinan bank yang semula merupakan wewenang Departemen Kuangan dialihkan kepada Bank Indonesia.
ii) Investor asing diberikan kesempatan yang lebih besar untuk menjadi pemegang saham bank.
iii) rahasia bank yang semula mencakup sisi aktiva dan pasiva diubah menjadi hanya mencakup nasabah penyimpan dan simpanannya.
c. penyempurnaan dan penegakkan ketentuan kehati-hatian, antara lain:
i) Bank-bank diwajibkan untuk menyediakan modal minimum (Capital Adequacy Ratio) sebesar 4% pada akhir tahun 1998, 8% pada akhir tahun 1999, dan 10% pada akhir tahun 2000, sebagaimana telah diumumkan pemerintah pada bulan Juni 1998.
ii) Melakukan tindakan hukum yang lebih tegas terhadap pemilik dan pengurus bank yang terbukti telah melanggar ketentuan yang berlaku.

2.  Kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan perbankan yang telah terjadi dengan mempercepat pelaksanaan penyehatan perbankan. Langkah-langkah yang telah dan akan ditempuh dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi, membangun kembali sistem perbankan yang sehat, dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, antara lain, meliputi:
1)       pemberian jaminan pembayaran kepada deposan dan kreditur;
2)       pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang bertugas untuk melakukan  restrukturisasi bank-bank yang kurang atau tidak sehat;
3)       melakukan due diligence terhadap bank-bank yang diambil alih pengelolaannya dan terhadap bank-bank lainnya; dan
4)       menyusun RUU perbankan yang akan mengatur kembali ketentuan mengenai kerahasian bank, pengawasan, pemilikan investor asing, dan kedudukan BPPN serta bank sentral.

Dengan kebijaksanaan tersebut di atas diharapkan kinerja perbankan nasional menjadi lebih sehat dan efisien sehingga terpercaya serta mampu menjadi bank yang dikelola secara profesional terutama dalam menghadapi era globalisasi yang menuntut daya saing tinggi.



















Daftar Pustaka

Anwar, Moh. Arsjad. 1997. “Transformasi Struktur Perekonomian Indonesia: Pola dan Potensi”, dalam: M. Pangestu, I. Setiati (penyunting), Mencari Paradigma Baru Pembangunan Indonesia, Jakarta: CSIS


Bank Indonesia. 1998. “Financial Crisis in Indonesia”, Jakarta, August.

Fischer, S. 1998a. “IMF dan Krisis Asia”, Kompas, Jakarta, 6 April.

________. 1998b. “Peranan IMF Saat Krisis”, Kompas, Jakarta, 8 April.

Gunawan, A.H., Sri Mulyani I.. 1998. “Krisis Ekonomi Indonesia dan Reformasi (Makro) Ekonomi”, makalah pada Simposium Kepedulian Universitas Indonesia Terhadap Tatanan Masa Depan Indonesia”, Kampus UI, Depok, 30 Maret - 1 April.