Jumat, 15 Juni 2012

PERSPEKTIF LEMBAGA KEUANGAN NON-BANK



KELOMPOK 11

PERSPEKTIF LEMBAGA KEUANGAN NON-BANK


OLEH

1.     ANNISA APRIANI                                                              (A1B110002)
2.     NYOMAN SURYA OKTAMASNA TIKA                            (A1B110010)
3.     NURUL AZIZAH                                                                 (A1B110024)
4.     BQ. DEWI LARA FEBRIANI                                               (A1B110051)
5.     NI NYOMAN TRILIANA BAYANGKARI                           (A1B110074)
S-1 MANAJEMEN
MANAJEMEN REGULER SORE
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MATARAM
2012



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat izin, rahmat dan bimbingan-Nya tulisan ini dapat diselesaikan tepat waktu dan tanpa hambatan yang berarti. . Judul dari tulisan ini adalah PERSPEKTIF LEMBAGA KEUANGAN NON-BANK”.
Dalam masa sekarang banyak pandangan masyarakat tentang lembaga keuangan non bank, seperti asuransi, leasing, pegadaian dan lain-lain. Hal ini membuktikan bahwa perspektif dari masyarakat sangat mempengaruhi kinerja dari lembaga keuangan tersebut. Apabila masyarakat menanggapi positif maka lembaga tersebut akan dapat berkembang secara signifikan.
Akan tetapi tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca sangat diharapkan. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian tulisan dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Mataram, 7 Mei 2012                                                penulis
                                                                                                                   








DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................... ii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2.            Tujuan Penulisan............................................................................................ 2
Bab II: TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Definisi Perspektif......................................................................................... 3
2.2.      Definisi Lembaga Keuangan Non-Bank........................................................ 3
BAB III: PEMBAHASAN
3.1. Perspektif Perkembangan Lembaga Keuangan Non-Bank..................... 4         
3.2. Perspektif Masyarakat Terhadap Lembaga Keuangan Non-Bank.......... 6
BAB IV: PENUTUP
4.1. Kesimpulan......................................................................................................... 11
4.2.Saran.................................................................................................................... 11                   
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 12










BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Selain bank sentral, bank umum, dan bank perkreditan rakyat, masih ada lembaga keuangan lain bukan bank yang tidak diatur dalam undang-undang perbankan. Yang dimaksud lembaga keuangan lain/non bank ialah lembaga yang bergerak di bidang keuangan atau perkreditan yang tidak diatur dalam undang-undang perbankan. Kegiatan usahanya memberikan pinjaman kepada masyarakat dari dana milik sendiri maupun dana pinjaman bank milik pemerintah.
Lembaga keuangan bukan bank (LKBB) mempunyai fungsi sebagai berikut:
·         Memberikan pinjaman atau kredit kepada masyarakat yang berpendapatan rendah, agar mereka tidak terjerat rentenir atau pelepasan uang.
·         Membiayai pembangunan industri dan memperlancar pembangunan ekonomi lewat pembangunan pasar uang dan pasar modal.
Pemberian kredit kepada masyarakat berpendapatan rendah sifatnya menolong, sehingga tidak memperhatikan penggunaannya baik produktif atau konsumtif. Kredit yang diberikan ada yang berjaminan dan ada pula yang tidak berjaminan. Pemberian kredit kepada investor untuk membangun industri dilaksanakan dengan cara membeli saham atau obligasi yang diterbitkan lewat pasar modal. Selain cara tersebut, pemberian kredit jangka pendek dapat secara langsung lewat pasar uang.

Dalam masa sekarang banyak pandangan masyarakat tentang lembaga keuangan non bank, seperti asuransi, leasing, pegadaian dan lain-lain. Hal ini membuktikan bahwa perspektif dari masyarakat sangat mempengaruhi kinerja dari lembaga keuangan tersebut. Apabila masyarakat menanggapi positif maka lembaga tersebut akan dapat berkembang secara signifikan.


1.2. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi pada pembaca tentang perspektif lembaga keuangan non bank baik dari segi masyarakat maupun perkembangannya di masa mendatang.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI PERSPEKTIF
Perspektif menurut Kotler (2000) adalah proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti, sementara menurut Rakhmat (2005) adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Jauh sebelum itu. Perspektif dalam arti umum adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang akan membuat respon bagaimana dan dengan apa seseorang akan bertindak. Jauh sebelum itu, Leavitt (1978) menyatakan bahwa pengertian perspektif dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Hal tersebut juga berarti bahwa setiap orang menggunakan kacamata sendiri-sendiri dalam memandang dunianya. Perspektif juga bisa berarti analisis mengenai cara mengintegrasikan penerapan kita terhadap hal-hal di sekeliling individu dengan kesan-kesan atau konsep yang sudah ada, dan selanjutnya mengenali benda tersebut. Sebagai contoh dapat dilihat bagaimana seorang yang tidak dapat melihat, akan lebih banyak menggunakan imajinasinya dalam membentuk sebuah persepsi atas objek yang dipegang, diraba, dicium. Dikaitkan definisi perspektif menurut Kotler, maka perspektif masyarakat dapat diartikan sebagai sebuah proses yang dimiliki oleh seseorang dalam menilai dan mengintrepretasikan obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh yang akhirnya menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan secara keseluruhan.
2.2. DEFINISI LEMBAGA KEUANGAN NON-BANK
Lembaga keuangan lain/non bank ialah lembaga yang bergerak di bidang keuangan atau perkreditan yang tidak diatur dalam undang-undang perbankan. Kegiatan usahanya memberikan pinjaman kepada masyarakat dari dana milik sendiri maupun dana pinjaman bank milik pemerintah.

BAB III
PEMBAHASAN

Pembedaan antara Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank dapat dikatakan sangat signifikan. Persepsi lembaga keuangan bank dapat dikategorikan sebagai suatu lembaga keuangan tersendiri atau suatu entitas tersendiri menjadikan persepsi lembaga keuangan bank sudah cukup mengakar di masyarakat. Dapat dipastikan masyarakat mengetahui arti atau konsep mengenai perbankan. Berbeda dengan lembaga keuangan non-bank, pada kategori ini memiliki banyak jenis seperti yang disebutkan sebelumnya, seperti asuransi, pegadaian, dana pensiun, reksa dana, bursa efek, leasing dan sebagainya.
3.1. PERSPEKTIF PERKEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN NON-BANK

Lembaga keuangan non-bank (seperti perusahaan asuransi, dana Pensiun, perusahaan sewa guna usaha (leasing) dan modal usaha, dan pasar modal (termasuk pasar modal dan obligasi) memiliki peran yang penting untuk dimainkan dalam pembangunan Indonesia di masa mendatang. Karena Sektor keuangan yang kuat dapat memberikan landasan yang kuat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Dan pertumbuhan ekonomi yang baik merupakan suatu syarat utama bagi pengentasan kemiskinan. Hampir satu dasawarsa setelah mulainya krisis ekonomi, sektor keuangan Indonesia masih terus didominasi oleh bank-bank umum.

Indonesia memerlukan sumber daya dalam negeri jangka panjang yang dapat dikerahkan oleh Lembaga Keuangan Non Bank, yang kelak dapat digunakan untuk membiayai investasi produktif, termasuk antara lain infrastruktur. Ini menyediakan jendela peluang untuk reformasi yang sangat diperlukan.

Sebuah sistem Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) yang dikembangkan dengan baik berpotensi memenuhi sasaran-sasaran pembangunan jangka panjang ini dengan jalan membawa stabilitas lebih jauh pada sistem keuangan, mengurangi biaya jasa keuangan secara keseluruhan dan menyingkap sumber daya domestik untuk tujuan pembangunan. Sektor LKNB yang kuat akan memungkinkan Pemerintah menempatkan obligasi di pasar domestik, menyediakan pembiayaan dalam rupiah untuk keperluan infrastruktur, menyediakan pendanaan bagi UKM (sehingga menciptakan lapangan kerja) dan meningkatkan keamanan keuangan rakyat Indonesia dengan memungkinkan akses ke berbagai macam produk.

Lembaga Keuangan Non Bank juga membantu mempermudah investasi dan pembiayaan jangka panjang, yang seringkali menjadi tantangan dalam tahap-tahap awal pembangunan sektor keuangan berorientasi bank. Pertumbuhan lembaga simpanan kontraktual/kolektif seperti perusahaan asuransi, dan dana pensiun memperluas kisaran produk yang tersedia bagi masyarakat dan perusahaan yang mempunyai sumber daya untuk diinvestasikan. Lembaga-lembaga ini juga menjadi saingan bagi simpanan bank, sehingga memobilisasi dana jangka panjang yang diperlukan untuk pengembangan pasar modal dan pasar obligasi, serta keuangan infrastruktur.

Di Indonesia sendiri sektor keuangan saat ini didominasi oleh bank umum. Situasi saat ini dan pembahasan di atas mengenai peran Lembaga Keuangan Non Bank menunjuk perlunya semakin mengembangkan pasar modal, dana pensiun, perusahaan asuransi, perusahaan sewa guna usaha, dan dana modal usaha di Indonesia, karena lembaga-lembaga ini memang lebih terarah untuk menanggung beberapa jenis risiko.

Indonesia memerlukan Lembaga Keuangan Non Bank yang kuat karena beberapa alasan seperti: Lembaga Keuangan Non Bank dapat memainkan peran yang sangat penting dalam pengerahan dan alokasi sumber daya dalam negeri untuk pengembangan pembiayaan, yang merupakan prioritas mendesak, Lembaga Keuangan Non Bank dapatmengurangi kerentanan sektor keuangan terhadap goncangan di masa mendatang, dan Lembaga Keuangan Non Bank dapat membantu memenuhi sasaran-sasaran lainnya yang disampaikan oleh pemerintah.





3.2. PERSPEKTIF MASYARAKAT TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN NON-BANK
1. Perspektif Masyarakat terhadap Asuransi
Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap asuransi belum dapat dikatakan tinggi. Hal ini dikarenakan beberapa kendala. Fenomena yang terjadi di masyarakat ketika ada salah satu agen (tenaga penjual asuransi) menawarkan asuransi, khususnya asuransi jiwa, yang terbenak dalam pikiran mereka adalah menemui kesulitan ketika terjadi klaim, bahkan ada istilah uang nasabah yang di bawa lari atau perusahaan asuransi tersebut bangkrut karena tidak bisa membayar klaim para nasabah. Tidak dapat menutup mata bahwa persepsi ini masih ada di masyarakat. Hal lain yang sering ditemui adalah belum sadarnya masyarakat akan kebutuhan berasuransi, sehingga tenaga penjual dibekali pengetahuan untuk menciptakan kebutuhan bagi nasabah untuk membeli produk asuransi. Hal yang menjadi pusat perhatiannya saat ini adalah mencukupi kebutuhan dasarnya. Keadaan ini sesuai dengan sudut pandang tingkat kebutuhan versi Abraham Maslow, yang menempatkan security needs (termasuk di dalamnya asuransi) berada pada tingkatan kedua, setelah kebutuhan dasar. Alasan ini mudah dimengerti, karena bagaimana orang akan membeli asuransi jika untuk makan-minum dan kebutuhan sehari-hari saja masih belum dapat tercukupi.
Keadaan ekstrim lain yaitu orang yang sudah banyak sekali memiliki uang/aset sehingga tidak memerlukan lagi membeli asuransi untuk menutupi risiko yang mungkin timbul. Bagi mereka yang tidak begitu memahami apa manfaat yang mungkin diperoleh jika ia membeli asuransi. Termasuk dalam kelompok ketiga ini orang-orang yang mengatakan membeli asuransi itu berarti meramalkan kematiannya atau mereka yang mengatakan, ”Hidup dan mati itu ditangan Tuhan. Jika terjadi kematian pada seseorang, sementara orang tersebut adalah pencari nafkah utama di dalam keluarganya, maka akan hilanglah sebagian besar pendapatan, atau mungkin bahkan seluruh pendapatan yang diterima oleh keluarga. Yang kemudian terjadi dalam waktu dekat akan terbayang sebuah keluarga yang tidak mendapatkan atau berkurang pemasukan bulanannya secara signifikan. Akibat yang segera dirasakan adalah tingkat kesejahteraan hidup dan standar gaya hidup mulai terganggu, apalagi jika kemudian datang berbagai tagihan utang almarhum, tagihan kartu kredit, tagihan biaya pengobatan yang belum dibayar, biaya pemakaman, dan sebagainya. Jangankan mereka yang sama sekali tidak memiliki asuransi jiwa, keluarga yang sudah membeli asuransi jiwa pun masih mungkin terganggu secara finansial jika tiang penopang utama keluarganya meninggal dunia.
Kendala lain yang mungkin timbul di masyarakat adalah perspektif bahwa mati-hidup seseorang adalah hanya Tuhan yang mengetahui. Hal ini menjadikan para tenaga penjual sulit untuk memasarkan produk asuransi syariah. Di sisi lain yang menjadi fenomena nasabah asuransi syariah banyak yang non muslim. Hal positif yang dapat diambil menjadikan produk asuransi syariah adalah produk yang universal.

2. Perspektif Masyarakat terhadap Pegadaian
Pangsa pasar pegadaian umumnya adalah lapisan masyarakat kelas menengah ke bawah, yang hampir lebih dari 50% merupakan nasabah berpendapatan kecil (lapisan bawah), dimana 50% digunakan untuk memulai usaha atau pun mengembangkan usahanya. Nasabah lapisan bawah ini biasanya membawa barang jaminan kebanyakan bukan berupa: 1) Perhiasan emas, berlian; 2) Kendaraan bermotor; atau pun 3) Barang-barang elektronik, dimana barang jaminan tersebut sudah dipersyaratan oleh pegadaian. Pada suatu kasus justru yang mereka bawa seperti pakaian yang sudah pernah dipakai, yang dimana nilai rupiahnya relatif rendah atau pun barang-barang yang diluar barang jaminan yang sudah dipersyaratkan oleh pegadaian walaupun sebenarnya masih memiliki nilai ekonomis. Seringkali calon nasabah yang datang ke pegadaian kembali lagi saat ada penjelasan bahwa barang jaminan yang dibawanya tidak diterima sehingga menjadi kecewa sekali.
3. Perspektif Masyarakat terhadap Dana Pensiun
Hingga kini masih banyak orang yang ingin menjadi pegawai negeri karena mendambakan dana pensiun saat setelah tidak bekerja. Perspektif masyarakat Indonesia secara umum menunjukan bahwa yang mendapat pensiun hanyalah hak pegawai negeri atau TNI saja. Namun, sejak kehadiran Undang-undang Nomor 11 tahun 1992, pensiun bukan hanya hak pegawai negeri atau TNI semata, juga terbuka untuk semua pekerja, baik yang bekerja pada perusahaan swasta maupun pekerja perorangan atau pekerja mandiri, yang justru merupakan mayoritas bangsa Indonesia. Melalui Undang-undang tersebut ditegaskan pembentukan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Pada hakikatnya program pensiun dapat menciptakan ketenangan kerja bagi karyawan karena kesejahteraan di hari tua akan dapat terjamin, yang pada gilirannya nanti, mereka akan lebih loyal terhadap perusahaannya dan akan bekerja lebih produktif.
Dari sudut pandang perusahaan sebagai pemberi kerja, program pensiun akan mencegah timbulnya masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai bagian dari program produktivitas perusahaan. Karena itu, kalau semua pihak konsisten dan memiliki perhatian besar mengenai hal ini, tidak dapat diragukan bahwa tingkat produktivitas nasional juga akan meningkat. Progarm pensiun terbagi menjadi dua yaitu Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP). Program Pensiun manfaat pasti (PPMP) adalah program pensiun yang manfaatnya ditetapkan dalam peraturan dana pensiun yang bukan merupakan Program Pensiun Iuran Pasti. Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) adalah program pensiun yang iurannya ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun dan seluruh iuran serta hasil pengembangannya dibukukan pada rekening masing-masing peserta sebagai manfaat pensiun. Apabila diamati perusahaan-perusahaan swata, ternyata baru sebagian saja yang telah memenuhi undang-undang no. 11 tahun 1992, yang mewajibkan untuk memberikan dana pensiun kepada para pekerjanya. Masih banyak perusahaan yang belum menyisihkan dananya untuk program pensiun, sehingga masih relatif banyak pula pekerja yang belum dapat menikmati hari tua mereka setelah tidak bekerja.
Di sisi lain para pekerja mandiri yang saat ini merupakan mayoritas penduduk usia kerja masih banyak yang belum terjangkau oleh DPLK, sehingga kesejahteraan mereka dihari tua kurang terjamin. DPLK menyajikan berbagai keuntungan dan kemudahan, tetapi juga terdapat hambatan-hambatan bagi perusahaan, bagi bank umum maupun perusahaan asuransi jiwa yang mengelola DPLK dalam memasarkan program dana pensiun kepada masyarakat. Hambatan itu dapat bersumber dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan. Seperti diketahui, dalam era globalisasi saat ini banyak berdiri perusahaan-perusahaan asuransi dan bank umum di Indonesia dengan program DPLK, sehingga persaingan semakin kompetitif.
4. Perspektif Masyarakat terhadap Reksadana dan Bursa Efek
Terdapat pandangan dari masyarakat bahwa lebih baik berinvestasi di sektor riil daripada sektor non riil. Karena sektor riil merupakan bidang-bidang yang jelas terlihat oleh masyarakat, seperti bidang penjualan produk dan jasa. Jika memiliki dana yang berkelebihan, maka cenderung berinvestasi dalam bidang properti, pembelian franchise. Kalaupun hendak berinvestasi di sektor non riil, maka saham dan reksa dana lebih dipilih dari pada forex trading. Alasannya, saham dan reksadana nampak “lebih riil” dibanding forex. Masyarakat dewasa ini lebih condong untuk berinvestasi pada sektor riil daripada sektor non riil. Mereka lebih condong untuk berinvestasi pada bidang-bidang yang jelas terlihat oleh pandangan masyarakat. Contohnya penjualan produk dan jasa. Kalaupun pada sektor non riil, saham dan reksa dana lebih dipilih daripada forex trading. Alasannya, saham dan reksadana nampak ‘lebih riil’ dibanding forex. Namun seiring dengan semakin meningkatnya kecerdasan masyarakat investasi Indonesia, terdapat potensi forex trading akan menjadi salah satu alternatif utama investasi sektor non riil selain saham. Besarnya return yang dapat diberikan dan likuiditas forex trading menjadi salah satu keunggulan sektor investasi ini. Ditambah, pemerintah mulai berperan aktif sebagai regulator dalam produk perdagangan berjangka (seperti forex. komoditi dan index). Ketakutan yang mendasar adalah mengenai prinsip “High Risk, High Return” dari forex trading dan kurangnya edukasi pada investor baru yang menyebabkan sulitnya investor pemula untuk memprediksi pergerakan harga yang berakhir pada kerugian dalam berinvestasi. Sisi high return forex trading menyebabkan siapa saja dapat memperoleh keuntungan besar hanya dalam tempo yang sangat singkat. Namun seperti pedang bermata dua, apabila kita dapat memperoleh keuntungan yang cukup besar maka risiko kerugian pun sama besarnya dan berbanding lurus dengan penguasaan teknik bertrading, informasi dan mental investor.
Permasalahan bagi investor pemula adalah kebanyakan hanya melihat sisi High Return dari forex trading dimana keuntungan bisa mencapai 20% dari modal asal hanya dalam satu hari namun tidak pada sisi High Risk-nya. Ditambah adanya beberapa marketing lokal yang memasarkan forex dengan menonjolkan sisi return-nya melulu tanpa memberikan informasi atau kemampuan bertrading yang cukup. Pada akhirnya kerugian para investor baru membentuk stigma buruk masyarakat bahwa forex trading adalah sama dengan judi yang dimana tidak sesuai dengan prinsip syariah.

5. Perspektif Masyarakat terhadap Leasing
Sebagian besar konsumen motor di Indonesia sering kali membeli motor dengan cara kredit. Jika dibandingkan dengan membeli secara tunai, pembelian dengan cara kredit jauh lebih mahal. Tapi seringkali pilihan pembayaran secara kredit jadi pilihan terakhir karena banyak faktor. Salah satunya kemampuan membayar calon konsumen yang lebih mampu jika harus membayar secara kredit. Cicilan jadi pilihan yang bisa ditempuh sebagai cara memiliki barang yang diinginkan apabila tak mampu membeli barang secara langsung dengan cara tunai. Selain itu budaya konsumerisme yang telah mengakar kuat pada masyarakat Indonesia yang menjadi faktor pendorong kuat sistem pembelian secara kredit ini tumbuh pesat di Indonesia. Faktor-faktor lainnya mungkin kurang etis jika harus dijabarkan satu per satu secara detail di sini. Intinya permintaan motor di Indonesia bisa terbentuk cukup besar karena adanya kemudahan membeli secara kredit. Besarnya permintaan motor di Indonesia tercipta karena adanya kemudahan dari pembayaran secara kredit, walaupun suku bunga kredit motor sangat tinggi. Hal ini sering dikeluhkan banyak orang. Faktanya pengguna kredit motor di Indonesia adalah dari kelas C D E, dimana tingkat risiko leasing cukup tinggi akibat kredit macet, dan berujung pada risiko penarikan unit. Leasing melakukan manajemen risiko dengan cara menetapkan suku bunga tertentu untuk “kualitas” DP tertentu dan untuk area tertentu. Pada akhirnya adalah sebagai kompensasi angka Non Performing Loan (NPL) yang cukup tinggi ini, diberlakukan bunga kredit yang sangat tinggi pada bisnis ini. Di sisi lain, hasil margin bisnis Leasing ini masih sangat manis dan besar di Indonesia karena budaya konsumerisme kredit di masyarakat. Untuk porsi produk syariah pada leasing ini belum terlalu besar, namun para pemain di industri sudah mulai merambah di pasar ini.
















BAB IV
PENUTUP

4.1.  KESIMPULAN

Pandangan masyarakat tentang lembaga keuangan bukan bank saat ini sebagian besar berpandangan positif. Karena peranan lembaga keuangan non bank saat ini sudah hampir sama dengan peran lembaga keuangan bank. Namun LKBB dapat mengatasi masalah masyarakat dari lapisan menengah ke bawah. Sehingga masyarakat lebih cenderung untuk meminjam dana di lembaga keuangan bukan bank (LKBB). Dan akhirnya lembaga keuangan bukan bank (LKBB) dapat berkembang dengan pesat.

4.2 . SARAN

Kami menyarankan bahwa pada masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih lembaga keuangan untuk meminjam dana. Karena setiap lembaga kuangan memiliki fungsi dan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dan perlu di ingat pula dalam melakukan peminjaman dana masyarakat harus mencari informasi tentang lembaga keuangan yang akan di jadikan sebagai pihak peminjam.











DAFTAR PUSTAKA






link untuk download materi ini:
link untuk download materi manajemen investasi dan portofolio

http://www.4shared.com/file/Yv985ZdO/INDEX_TUNGGAL_MODEL.html?

http://www.4shared.com/file/nzcA1el3/MAKALAH_INVEST_FARMASI.html?

http://www.4shared.com/file/hgm0HMbs/PORTOFOLIO_2_SAHAM.html?

http://www.4shared.com/file/avbo7hOO/TABEL_PORTOFOLIO_3_SAHAM.html?

http://www.4shared.com/file/hqp_kxuC/TABEL_SAHAM.html?

Sabtu, 26 Mei 2012

manajemen operasional-desain proses


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Dewasa ini banyak sekali perusahaan yang  dihadapkan kepada masalah produksi barang dan jasa yang sesuai dengan keinginan kosnsumen yang selalu berubah – ubah. Dimana hal tersebut menimbulkan suatu masalah baru yang komplek bila suatu perusahaan tidak mampu mengatasinya. Oleh karena itu diperlukan diperlukan sebuah sistem atau strategi proses dalam manajemen operasional yang disebut juga sebagai Strategi transformasi faktor inputs menjadi outputs. Dimana sistem ini lebih efisien dan efektif. Manager operasional bertugas menyusun strategi proses  untuk dapat mencapai sasaran operasional dan organisasi/perusahaan (Tampubolon, 2004)
Selain itu dalam disain proses setelah berbagai produk dan jasa dirancang maka akan diterjemahkan ke berbagai sistem pemorsesan yang menciptakan produk & menyediakan jasa. Disain proses tidak hanya semata – mata masalah tehnik namun juga menyangkut pertimbangan – pertimbangan ekonomi dan lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah
     Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.    Apa itu Desain Proses dalam manajemen operasional?
2.    Apa saja jenis – jenis Desain Proses dalam manajemen operasional?
3.    Apa saja manfaat dan kegunaan Desain Proses dalam manajemen operasional?

1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui dan bagaimana :
1.      Arti dari Desain Proses
2.      Jenis - jenis Desain Proses dalam manajemen operasional?
3.    Apa saja manfaat dan kegunaan Desain Proses dalam manajemen operasional?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Desain Proses
Desain ialah langkah pertama dalam suatu fase pengembangan bagi setiap produk atau sistem yang direkayasa. Desain juga didefinisikan sebagai proses aplikasi berbagai tehnik dan prinsip bagi tujuan pendefinisian suatu perangkat, suatu proses atau sistem dalam detail yang memadai untuk memungkinkan realisasi ( TAY59).

Desain Proses ialah suatu kegiatan dengan melibatkan tenaga manusia, bahan serta peralatan untuk menghasilkan produk yang berguna baik barang atau jasa.
                
Proses produksi pada hakekatnya merupakan proses perubahan (transformasi) dari bahan/komponen (input) menjadi produk yang lain yang mempunyai nilai.
Proses produksi saat ini berkembang pesat karena kemajuan teknologi dan didorong oleh usaha untuk meningkatkan kualitas produktivitasdan fleksibilitas produk.

Proses produksi dapat dibedakan baik atas dasar karakterisktik aliran prosesnya maupun tipe pesanan langganan. Dapat diklasifikasikan ke dalam 5 kategori :
a.      Aliran Garis (Line Flow Process)
Yaitu penyusunan stasiun kerja berdasarkan urutan operasi pembuatan produk menurut langkah – langkah standar dalam proses  produksi.
Pola Aliran Garis tidak begitu fleksibel dalam memenuhi perubahan desain dan volume produk. Tapi persediaan diminimalkan, skeduling tidak ada masalah dan pengendalian kualitas mudah karena hanya mengikuti arus produk.
Pola aliran garis merupakan suatu proses dari bahan mentah sampai menjadi produk akhir dan urutan operasi – operasi yang digunakan unutk menghasilkan produk atau jasa selalu tetap.
Line Flow Process dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu :
-          Produksi Massa (Mass Production)
-          Produksi Terus – menerus (continuous Production)

b.      Aliran Intermitern (Job Shop atau Jumbled Flow Process)
Yaitu produk dibuat menurut aliran terputus – putus atau tidak kontinu. Peralatan dan tenaga kerja dilekelompokkan dalam pusat kerja menurut jenis pekerjaan.
Operasinya sangat fleksibel terhadap perubahan dalam perubahan volume atau  produk, karena operasi – operasinya menggunakan peralatan serba – guna dan tenaga kerja berketrampilan tinggi . Namun fleksibilitas ini sering menimbulkan masalah dalam pengendalian persediaan, penjadwalan dan pengendalian kualitas. Disamping itu juga tidak efisien.
c.       Proyek (Project).
Yaitu tidak ada aliran produk tapi setiap proyek mempunyai urutan tertentu dalam proses operasinya. Biasanya material, peralatan & tenaga kerja dibawa ke lokasi proyek.
Serta memiliki kegiatan awal & akhir dengan batas waktu penyelesaian. Bentuk ini tidak cocok untuk proses manufacturing karena proyek hanya dikerjakan sekali saja.
Bentuk operasi – operasi proyek digunakan bila ada kebutuhan akan kreativitas dan kekhususan dalam pembuatan suatu produk.
d.      Sistem Manufaktur Fleksibel (Flexible Manufacturing System)
Yaitu merupakan autamated cell untuk menghasilkan sekelompok komponen, dimana semua komponen butuh proses manufacturing serupa tapi urutan dari operasi tidak selalu sama. Dan sistem ini membutuhkan investasi awal yang besar.
Serta bertujuan untuk memberi respon secara tepat terhadap keinginan pelanggan tertutama terkait dengan perubahan dalam desain, jumlah & pelayanan produk.
e.      Sistem Manufaktur Tangkas (Agile Manufacture System)
Yaitu suatu sistem yang mengkombinasikan visi kompetitif dengan kreatifitas dan aplikasi teknologi. Dimana ada 4 dimensi antara lain :
-          Memperkaya nilai kepada pelanggan
-          Bekerjasama dalam meningkatkan daya saing perusahaan
-          Mengoperasikan perubahan dan ketidakpastian
-          Menelaah pengaruh dari informasi
Seluruh kombinasi proses dapat dijumpai baik baik dalam perusahaan manufaktur ataupun jasa.
Klasifikasi proses dapat digunakan untuk beberapa tujuan yaitu :
1.                  Untuk mengkategorikan berbagi tipe masalah keputusan berbeda yang
            dihadapi dalam operasi – operasi.
2.                  Untuk seleksi proses.
Faktor – faktor yang perlu dipertimbangkan dalam seleksi proses ialah
-          Kebutuhan Modal
-          Kondisi pasar
-          Tenaga kerja
-          Bahan mentah
-          Teknologi
-          Ketrampilan manajemen

2.2 Pemilihan Teknologi
     Teknologi menjadi salah satu faktor dominan dalam bisnis dan dalam kehidupan kita. Kemajuan teknologi mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap manajemen operasi. Ada 2 definisi umum mengenai teknologi.
a.    Teknologi merupakan aplikasi ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah – masalah manusia (arti luas).
b.    Tekonologi merupakan sekumpulan proses, peralatan, metode, prosedur dan perkakas yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Lebih mengandung arti teknologi proses dan bukan teknologi produk. (arti sempit).

Keputusan – keputusan seleksi proses dan pemilihan teknologi berhubungan sangat erat dan saling berkaitan. Seperti penetapan proses aliran garis dalam seleksi proses akan mempengaruhi pemilihan macam mesin dan perlatan yang akan digunakan.Tetapi salah satu keputusan tidak selalu harus mendahului keputusan yang lain karena, dalam praktek kedua keputusan tersebut sering digunakan secara bersamaan. 
Pemilihan teknologi mempunyai dampak terhadap semua bagian operasi, terutama dalam desain pekerjaaan. Selain itu juga mempengaruhi seluruh aspek – aspek operasi lainnya, termasuk produktivitas dan kualitas produk. Dan juga pemilihan teknologi mempengaruhi strategi perusahaan serta bagian operasi dan bisnis.
Teknologi bukan merupakan suatu kegiatan tunggal tetapi lebih sebagai suatu proses yang diorganisasian dengan baik yang mencakup penjajagan teknologi secara terus menerus serta  implementasi teknologi terpilih.

2.3 Perencanaan Proses
Perencanaan proses berkenaan dengan perancangan dan implementasi sistem kerja yang akan mempengaruhi produk yang diinginkan dalam kuantitas yang diperlukan.
Kegiatan – kegiatan dalam perencanaaan proses ini mengenai tipe aliran proses dan desain pusat – pusat kerja. Keputusan – keputusan yang diambil dalam perencanaan proses akan mempengaruhi keputusan – keputusan dalam  bagian – bagian operasi lain, seperti scheduling produksi, tingkat persediaan, desain pekerjaan, dan metode – metode pengawasan kualitas yang digunakan.
2.3.1 Analisis Bagan – Bagan Proses
Bagan – bagan proses digunakan untuk menggambarkan dan memperbaiki proses transformasi dalam sistem – sistem produktif. Dalam peningkatan efektifitas atau efisiensi proses – proses produksi, beberapa atau seluruh elemen proses berikut mungkin perlu diubah :
-        Bahan mentah
-        Desain produk
-        Desain pekerjaan
-        Tahap – tahap pemrosesan yanh digunakan
-        Sistem pengawasan manajemen
-        Peralatan atau perkakas
Oleh karena itu, analisis proses dapat mempunyai pengaruh yang luas pada semua bagian operasi.
Perencanaan proses memerlukan pemahaman operasi – operasi sebagai suatu sistem produktif. Dengan pendekatan sistem, langkah – langkah yang perlu diambil dlam perencanaan proses ialah sebagai berikut :
1.         Memutuskan tujuan – tujuan perencanaan, yaitu untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, kapasitas, atau semangat kerja karyawan.
2.    Memilih proses (atau sistem) produktif yang relevan, yaitu operasi keseluruhan atau beberapa bagian operasi.
3.    Menggambarkan proses transformasi yang ada sekarang dengan bantuan bagan – bagan proses dan pengukuran efisiensi.
4.         Mengembangkan disain proses yang diperbaiki melalui perbaikan aliran – aliran proses dan/atau masukan – masukan yang digunakan. Biasanya proses yang telah direvisi jug adigambrkan dengan bagan – bagan proses.
5.    Mendapatkan perstujuan manajemen unutk disain proses yang telah direvisi.
6.    Mengimplementasikan disain proses baru.
Langkah – langkah di atas adalah unutk proses yang sudah ada. Bila yang direncaakan proses baru, langkah 3 & 4 digabungkan untuk menggambarkan proses yang diinginkan .
Pada umumnya perencanaan dan pengelolaan berbagai proses transformasi dilakukan dengna alat bantu yang berupa bagan – bagan.
Bagan aliran proses ialah peralatan pokok perbaikan aliran bahan – bahan. Dimana setelaj penyusunan bagan proses, manage mungkin dapat mengkombinasikan operasi – operasi tertentu, menghilangkan atau menyederhanakan operasi – operasi yang lain untuk meningkatkan efisiensi keseluruhan. Bagan – bagan yang digunakan dalam perencanaan dan pengelolaan proses diantaranya ialah sebagai berikut :
a.    Bagan – bagan perakitan (assembly charts).
Bagan  ini menunjukkan kebutuhan – kebutuhab bahan dan urutan perakitan komponen – komponnen yang merupakan suatu perakitan mekanikal. Dimana bagan ini biasanya untuk  membantu menggambarkan aliran bahan dan hubungan masing – masing komponen.
b.      Bagan – bagan aliran proses (flow – process charts)
Bagan ini merinci proses ke dalam unsur – unsur dan simbul – simbul. Dengan simbul –simbul tersebut disusun bagan yang mencakup spesifikasi bagian – bagian proses, waktu atau jarak yang harus ditempuh karyawan, serta spesifikasi kegiatan – kegiatan penundaan dan penyimpanan. Jadi, bagan aliran proses memberikan petunjuk – petunjuk yang lengkap tentang tata cara pelaksanaan  suatu proses.
Bagan aliran proses dalam penyusunan & penganalisaannya  perlu mempertimbangkan berbagai tipe pertanyaan yaitu : apa, siapa, di mana, kapan, dan bagaimana.
c.                   Bagan proses operasi – operasi (Routing Sheet)
Atau sering disebut Routing Sheet, bagan ini mirip operational process charts bagan perakitan, dengan perbedaan bahwa bagan proses operasi mencakup spesifikasi – spesifikasi untuk bagian dan waktu pengoperasian dan pemeriksaan. Routing Sheet lebih terperinci daripada bagan perakitan karena menunjukkan operasi – operasi dan routing yang diperlukan untuk suatu bagian prose induvidual. Routing sheet memberikan petunjuk yang lebih lengkap tentang cara untuk memproduksi suatu barang. Atau dengan kata lain Routing Sheet menetapkan secara tepat cara memproduksi suatu barang dengan mengidentifikasikan peralatan dan perkakas yang digunakan, operasi – operasi dan urutan yang harus diikuti, serta estimasi waktu penyiapan dan waktu beroperasinya mesin.
d.         Bagan Operasi (operation charts)
Bagan ini menunjukkan spesifiasi bagian – bagian pengoperasian dan pemeriksaan secara lebih terperinci. Diamana setiap bagan operasi menunjukkan gerakan – gerakan tangan seorang  karyawan secara terperinci. Sebaiknya penyusunan bagan operasi sebaiknya dilakukan dengan berpedoman  pada prinsip – prinsip ekonimi gerakan. Dimana prinsip ini ada 3 aspek yaitu : 1) penggunaan anggota badan, 2) pengaturan tempat kerja, dan 3)   perancangan peralatan & perkakas. Yang dapat menyederhanakan banyak pekerjaan.
e.      Bagan Manusia – Mesin (man – machine chart atau activty chart
Bagan ini menunjukkan hubungan antara operator dan mesin. Yaitu menunjukkan apa yang dikerjakan mesin dan apa yang dikerjakan karyawan pada setiap periode waktu. Dari bagan ini kita dapat menentukan waktu istirahat operator dan mesin serta mengidentifikasikan elemen – elemen setiap kegiatan karyawan dan mesin secara simultan. Selain itu juga berguna untuk membantu penentuan penggunaan dua sumber daya penting perusahaan yang terbaik.
f.          Bagan Simo atau bagan gerak simultan (simo chart or simultanesus motion chart)
Bagan ini mirip dengan bagan operasi. Dimana menunjukkan gerakan – gerakan tangan kiri dan kanan, tetap mencakup waktu setiap gerakan. Dengan tehnik analisis waktu untuk setiap gerakan , yang biasanya ditentukan melalui perhitungan suatu kerangka gerakan kerja, kita dapat mengkombinasikan, menghilangkan atau mengubah gerakan – gerakan dasar untuk mengembangkan metoda yang lebih baik.














DAFTAR PUSTAKA


T. Hani Handoko,2000. Dasar – Dasar Manajemen Produksi Dan Operasi. BPFE- Yogyakarta 
Agus Ahyari, 986. Manajemen Produksi.Perencanaan Sistem Produksi. Buku 1 dan 2.BPFE Yogyakarta
Zulian Yamit,2003. Manajemen Produksi dan Operasi. Ekonisia. Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta
Sukanto Reksohadiprodjo.1985. Manajemen Produksi.BPFE Yogyakarta